Zona Hancuran di Bawah Gunung Agung Semakin Banyak
Kepala Sub Bidang Mitigasi Pemantauan Gunung Api Wilayah Timur PVMBG Devy Kamil menyatakan tim sudah meneliti zona hancuran di dalam Gunung Agung. Sejak berstatus awas 9 hari lalu, zona hancuran diperhitungkan sudah meluas.
"Kita sudah lihat zona hancuran di bawah Gunung Agung sudah semakin banyak. Itu dapat dari pengukuran kecepatan rambat gelombang di bawah gunung tiba-tiba menurun," kata Devy di Pos Pengamatan Gunung Agung, Rendang, Karangasem, Bali, Minggu (1/10/2017).
Devy menggambarkan jika susunan sedimen keras hancur oleh tekanan magma maka terjadi gempa baik vulkanik maupun tektonik. Jika jumlah gempa menurun, hal ini menandakan sedimen-sedimen keras di dalam Gunung Agung telah hancur.
"Kalau sudah gembur, misalnya seperti pasir, kita pukul dan gelombangnya untuk sampai ke suatu tempat responnya lambat. Artinya, sudah ada zona hancuran," ujar Devy.
Dijelaskan oleh Devy, hal ini terjadi karena gunung setinggi 3.142 Mdpl itu terakhir meletus pada 1963. Sehingga susunan bebatuan atau sedimen di dalamnya telah mengeras dan padat.
"Dia (magma) dulu nggak punya jalan, sekarang sudah punya jalan. Sekarang pertanyaannya, apakah dia masih punya kekuatan atau tidak untuk melempar material vulkanik ke atas?" ujar Devy.
Walau sudah ada zona hancuran, masih belum diketahui berapa luasnya. Devy menyatakan hal tersebut tergantung pada gas magmatik, jika gas tersebut masih tertahan oleh bebatuan padat maka besar kemungkinan terjadi ledakan yang memicu erupsi.
"Jadi adanya lubang itu bisa mengindikasikan dua hal. Pertama, dia bisa mengurangi tekanan magma di perut Gunung Agung. Kedua, kalau misalnya kekuatannya besar sekali tertahan, dia bisa menjadi letusan. Meski gas sudah keluar, tapi kita tidak melihat berapa banyak. Kalau kita lihat kan asapnya sedikit," ucap Devy.
Sebagai peniliti mitigasi vulkanologi, Devy berharap banyak gas yang keluar dari dalam Gunung Agung melalui rekahan 80 meter dan hotspot. Sehingga tekanan di dalam perut gunung berkurang untuk menghindari terjadinya letusan.
"Tapi masih terjadi gempa, hingga hari ini, 12 jam terakhir terjadi 500-an gempa. Itu artinya tekanannya masih kuat. Gempa itu terjadi karena ada kelebihan tekanan, artinya energinya masih kuat. Asap putih paling tinggi itu 600 meter pada tanggal 26 September 2017, tapi rata-rata ketinggiannya antara 50-200 meter," ungkap Devy.
0 komentar:
Posting Komentar